Kemarin, Hari Ini, Besok (Kemarin-1)

KEMARIN :

Awal petualangan kumulai. Di depan pintu terpanjatkan hampir puluhan doa, agar semua jadi lebih baik saat kembali masuk ke pintu ini. Beranjak dengan sisa air mata & peluh kepenatan, kuberanikan diri mencari apa “aku” sebenarnya. (malam sebelumnya) ” hufhh…ga karuan isi kepala ini, mana dia?..kenapa tidak menahanku?..lupakah? atau memang sengaja?”.

Makin jelas & mantap langkah saat teronggok di hadapanku “Si Baja Putih”…terlihat lebih ramah, seakan tersenyum seraya berkata..”Mari biar kuantar kau menyeberangi lautan dengan tenang..jangan melamun saja..kamu laki2!!…ayooo!! di laut nanti akan kuceritakan tentang orang-orang yang pernah kuajak mengarungi samudera itu.” Dengan langkah menggunakan tempo Allegro (cepat dan membuatku terengah-engah), mulai kudekati tangga “Si Baja Putih”.

Gambar Si Baja Putih (huhhh!!)

Tak sadar aku berhenti tepat persis di mulut masa depanku, kutolehkan wajah ke kanan….hmmmm…ke kiri….hmmmm….ke belakang….ahhhh…”Kau”, antara tersenyum sembari menahan buliran zat cair yg hendak keluar dari matamu “kau” berdiri tepat di situ…hampir tak ada kata yang keluar dari mulutmu…hanya “hati-hati di sana, ku tunggu kamu di sini” itu pun hampir tak terdengar karena si sialan “Baja Putih” (lama2 capek juga ngetik kapal aja jadi baja putih…di ulang 7x bisa brenti gw nulis…wekekekeke) berteriak menandakan waktunya dia meninggalkan dermaga.

Kubisikkan…Bismillah..hanya ALLAH SWT penolongku..dan hanya pada DIA lah kubersandar…”Tolong aku menuju-MU”..kuinjakkan dengan sedikit menghentak tangga itu dengan kaki kanan ku, dan tak butuh waktu lama aku berjaya masuk tertelan dalam perut (huuufffhhh lagi2 dah) “Si Baja Putih” itu (nyesel pake kata itu…ribet ihhh).

Diam…hanya diam…duduk sesukanya aku di dalam perut (arrrrgggggghhh gantiiii!!! ga pake baja putih sompret itu) Kapal (ga konsisten tapi bodo amat Kapal = si baja putih)..sembari mengingat beberapa tahun ke belakang ….ahhh semua serba Kemarin…ada Kemarin bersama keluarga, ada kemarin bersama “kau” dan ada Kemarin bersama “kau” senang…bersama “kau” susah…bersama “kau” di tinggalkan…bersama “kau” ku tinggalkan…bersama “kau” kemarin.

Pelan tapi pasti…si Ba…eh Kapal yg kunaiki ini bergerak..perlahan…lama-lama melebihi langkah dengan tempo Allegro ku tadi dan menghilang di balik Horison..ah persetan dengan Kemarin…sekarang ku coba yakinkan hati ku…cerita kemarin ini hanya ada di belakangku dan takkan pernah menghalangi…hari ini__dan besok ku……(BERSAMBUNG)

Cita-cita “Semprul”

“Aku mau jadi presiden…!!” ujar si Fuad, “aku mau jadi Dokter dong..” tambah si Juna. Beberapa anak lain pun tak mau kalah bersahut-sahutan meneriakkan apa cita-cita mereka kepada sang guru. Dokter, Presiden, Pilot, bahkan Tentara pun disebut sebagai pilihan mereka kelak bila dewasa nanti.

“Ayo..prul…apa cita-citamu? teman-temanmu semua sudah bilang apa cita-mereka..” Pertanyaan wali kelasku menghentak keragu-raguanku, saat terdiam, pusing memikirkan apa kira-kira cita-cita yang cocok buatku.

“eeeehhmm….mmm..saya mau jadi itu” sembari menunjuk ke arah dinding di atas papan tulis persisnya…

“Presiden? atau wakil presiden?” kembali guru itu menanyakan…”Bukan Bu..yang di tengah itu loh..BURUNG GARUDA PANCASILA”

Gerrrrr…tanpa komando teman-teman sekelasku tertawa terbahak-bahak, bahkan saat aku menoleh kembali menatap guruku ia seperti kesusahan menahan tawanya.

Cita-cita menurut Kbbi.web.id memiliki arti  1. keinginan (kehendak) yg selalu ada di dl pikiran: 2.tujuan yg sempurna (yg akan dicapai atau dilaksanakan). 

Entah mengapa waktu itu aku iseng menunjuk simbol negara yang berbentuk burung berkalungkan bermacam-macam gambar itu. Mungkin karena dulu aku selalu di jejali pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila), sehingga aku merasa “burung” itu adalah simbol kesempurnaan. Bayangkan saja, kehadiran si burung ini bisa mempersatukan pandangan lebih dr 100 juta penduduk di negara ini. Selain itu burung yang selalu menengok ke kanan ini juga mampu menjadi landasan kumpulan manusia yg banyaknya minta ampun, dalam kawasan yang berbeda-beda, baik dalam beragama, bermasyarakat dan masih banyak lagi fungsinya. keren ya burung tak bernyawa itu, ah..itu hanya kekaguman sementara seorang anak kecil lugu, di jaman itu..

sekarang?? beghh..si burung kaku itu, ya benar-benar kaku..dia cuma menjadi tempat sembunyi cicak di siang hari, sekaligus alat kamuflase si cicak untuk menangkap mangsanya.

Saat masuk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tepatnya di salah satu universitas yang terletak di ujung timur Indonesia kembali aku jumpai pertanyaan sialan itu, “Apa cita-citamu Prul?” tanya teman sekampusku yg rajin mengunyah pinang, buah ini di kunyah dengan ditambah kapur dari gerusan cangkang biota laut. bercampur dengan air ludah, pinang tersebut akan mengalami reaksi kimia dalam mulut yang mengakibatkan berubahnya warna si liur menjadi warna merah. Horor ya…hihihi

“Jelas Pace…saya mau jadi PNS!!” jawabku mantap. Pikirku waktu itu aku akan hidup nyaman dengan menjadi PNS, punya gaji tetap, punya jatah beras tiap bulannya, bahkan kalau aku sedikit berani bisa beli macam-macam dengan cara mencuri kecil-kecilan dari negaraku. Untungnya cita-cita itu tak sampai terjadi, karena ditiap usahaku mengikuti seleksi CPNS, tak pernah sekalipun namaku tercantum sebagai peserta yang lulus. nasib….nasib…

Beberapa tahun kemudian akhirnya aku di sini, duduk termangu di dermaga yg terbuat dari barisan papan dan batang kayu, menyaksikan perubahan hari. Matahari yang tadi tinggi, kini pelan-pelan mulai tenggelam, layaknya ksatria yg usai bertempur ia kembali ke markas untuk beristirahat, agar esok bisa kembali berlaga menerangi kampung ini. riuh anak-anak kecil terjun ke air laut dari dermaga ini, seriuh hati ini gelisah memikirkan akan jadi apa aku esok hari. 

Semua cita-cita yg pernah kusebutkan dari menjadi burung lambang negara sampai kerja menjadi pengabdi negara tak satupun kesampaian. 

Gelisah?? Pasti!!!…Sedih?? oh tentu saja tidak…Kecewa?? ahahahaha…dulu iya, sekarang sih aku justru bangga. Kenapa??? hmmm…karena aku punya cita-cita baru, mau taukah kalian? hehehehe aku bercita-cita, mau menjadi orang dengan ribuan cita-cita.. Aku tak mau terbelenggu dalam satu cita-cita, sehingga kaki ini tak bisa menapaki besarnya dunia, Aku tak mau tertawan dalam satu cita-cita, sebab tubuhku akan terkurung dalam sempitnya kantor. Aku tak mau menguras habis pikiranku dalam satu cita-cita, sehingga otakku beku dalam rutinitas dan mematikannya untuk mewujudkan ide-ideku..

Cita-cita…heh..kita lihat saja nanti…dan aku terburu-buru pulang, karena masuk waktu maghrib.

 

Tulehu, 22 April 2014

 

Sajak Waktu Tanpamu

 

Sajak Waktu Tanpamu – Januari s.d. Mei 2014
Cinta:
Cinta itu sederhana. Sesederhana minum kopi pahit sambil mengingat aku pernah minum kopi yang sama bersamamu. Lalu aku tersenyum mengingatnya. Manis.
Sajak Waktu Tanpamu
Bahagia:
Bahkan di dalam keadaan paling buruk pun aku hanya memikirkan apa yang harus kulakukan untuk membuatmu bahagia. Bahagiamu adalah bahagiaku. Itu saja.
Sajak Waktu Tanpamu
Kenangan:
Everybody has their own time machine, it called ‘memory’… and I am glad that hundreads days of mine is full; picture of you. Its seems like forever.
Sajak Waktu Tanpamu
Kerinduan:
“Kubuka pintu itu.


Tidak ada kamu yang biasanya kujumpai di baliknya. Dengan mata merah, rambut berantakan, bibir manyun, dan jalanmu yang masih limbung lalu kembali ambruk di single bed berseprai hijau yang entah sejak beberapa bulan lalu tidak diganti.


Tidak ada kamu yang terperangah mengucapkan ‘he’ dengan logat timurmu, rokok di atas asbak masih setengah dan mengepul pun kopi panas di gelas plastik, ada tampilan Modoo di layar netbook-mu dan dengan bangga kamu pamerkan jumlah marble yang berhasil kamu menangkan atau mengumpat kesal karena bangkrut semalaman. Tidak ada.


Tidak ada kamu hari ini.”

sumber : eserenje
Sajak Waktu Tanpamu